DARI MMEL KE MALL
MERAIH
MIMPI MELALUI DAUN ENTAL, KREATIVITAS PEREMPUAN PENGRAJIN ENTAL DI DESA
SAMBIRENTENG, BULELENG BALI
CONTACT
PERSON: Nyoman Widiasih, 085238503934
Desa
Sambirenteng, Tejakula, Bali merupakan Desa yang memiliki potensi
kepariwisataan yang belum dikembangkan secara optimal. Berpijak dari grand
desain pemerintah agar sektor kepariwisataan yang dimiliki suatu daerah dapat
dikembangkan dari wisata rekreatif menuju wisata kreatif (creative based tourism). Desa ini secara historis dikenal sebagai
desa kuno yang letaknya berdekatan dengan Desa kuno (Desa Bali Mula) yang telah
dikenal sebelumnya seperti Desa Sembiran, Pacung.
Sumberdaya alam yang tersedia di desa Sambirenteng adalah sumberdaya
pertanian lahan kering dan sumber laut. Berdasarkan potensi alamnya berbagai
tanaman perkebunan dapat tumbuh di wilayah ini seperti pisang, jagung, ketela
pohon, mangga dan kelapa. Tanaman lahan kering yang cukup menonjol tumbuh di
desa ini adalah pohon ental (Enau) dengan luas kira-kira 46,15 ha. Secara
historis pohon ental telah tumbuh lama di desa ini sehingga masyarakat Desa
Sambirenteng dikenal sebagai sebagai produsen gula ental. Bahkan saat ini telah
dikembangkan produksi kerajinan tangan ingke
dari lidi ental.
Bentangan alam Desa Sambirenteng
Bentangan alam Desa Sambirenteng
Secara historis pembuatan
kerajinan lidi ental maupun daun ental bukan merupakan hal yang baru dalam
masyarakat. Setidaknya, anggota masyarakat yang telah berumur 70tahun pada saat
kegiatan ini dilakukan mengakui bahwa keberadaan hutan rontal di Desa
Sambirenteng memang telah ada dari sejak dulu. Istilahnya hutan lontar dikenal
dengan sebutan mmel, sehingga sekitar
tahun 70an masyarakat Desa Sambirenteng masih terkonsentrasi aktivitasnya di mmel, sehingga waktu itu dikenal istilah
ke mmel. Digambarkan oleh para orang tua bahwa
pagi-pagi masyarakat telah siap-siap pergi ke mmel dengan membawa berbagai peralatan yang diperlukan. Masyarakat
pada waktu itu mendirikan pondok-pondok di bawah pohon ental. Berbagai
aktivitas di lakukan di mmel, yaitu
berkebun singkong dan sayuran lainnya, memelihara babi, memasak, mengayam dan
aktivitas domestik lainnya. Aktivitas lain yang tidak kalah pentingnya pada
waktu itu adalah menyadap air nira untuk dijadikan gula. Para laki-laki betugas
memanjat pohon ental (nira), sedangkan para ibu memasaknya menjadi gula.
Aktivitas membuat gula pada waktu itu tergolong tinggi, demikian pula dalam
pembuatan jejahitan dari daun lontar telah dikenal pula oleh kaum perempuan
pada waktu itu. Ingke buatan
Sambirenteng sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat di Buleleng pada umumnya.
Apa yang terjadi sekarang ?,
romantisme ke Mmel hanya tinggal
kenangan bagi sebagian besar warga masyarakat. Dulu, masyarakat lebih mengenal mmel sebagai pusat aktivitas, sekarang
masyarakat lebih dekat dengan atribut dunia modern dan global yang identik
dengan dunia mal.
Walaupun potret masyarakat telah
berubah, namun ada sekelompok ibu-ibu yang masih menaruh harapan besar dari
keberadaan hutan ental yang telah lama ditinggalkan oleh warganya. Melalui
kegiatan P2M yang dilakukan oleh Tim (Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum; Prof.Dr.Nengah Bawa Atmadja, MA; Dr. I Ketut Margi,
M.Si; Drs. I Nyoman Sila, M.Hum; Luh Putu Sri Ariyani, S.S, M.Hum) sederetan
mimpi indah yang dimiliki oleh para pengrajin di bawah komando Ibu Nyoman
Widiasih kembali dibangkitkan. Hasilnya adalah karya-karya cantik melalui
sentuhan hati yang tulus untuk menjadikan desanya diperhitungkan di masa yang
akan datang. Merupakan keniscayaan tradisi dari Mmel ke Mal menjadi
realitas, ketika kehidupan berubah, karya mereka pun diperhitungkan di dunia Mal yang tempatnya setara dengan produk
modern dan global. LIHATLAH UPAYA KERJA KERAS MEREKA BERKARYA
Berikut
hasil karya mereka.