Kamis, 08 Oktober 2015

DARI MMEL KE MALL
MERAIH MIMPI MELALUI DAUN ENTAL, KREATIVITAS PEREMPUAN PENGRAJIN ENTAL DI DESA SAMBIRENTENG, BULELENG BALI
CONTACT PERSON: Nyoman Widiasih, 085238503934

Desa Sambirenteng, Tejakula, Bali merupakan Desa yang memiliki potensi kepariwisataan yang belum dikembangkan secara optimal. Berpijak dari grand desain pemerintah agar sektor kepariwisataan yang dimiliki suatu daerah dapat dikembangkan dari wisata rekreatif menuju wisata kreatif (creative based tourism). Desa ini secara historis dikenal sebagai desa kuno yang letaknya berdekatan dengan Desa kuno (Desa Bali Mula) yang telah dikenal sebelumnya seperti Desa Sembiran, Pacung.

Sumberdaya alam yang tersedia di desa Sambirenteng adalah sumberdaya pertanian lahan kering dan sumber laut. Berdasarkan potensi alamnya berbagai tanaman perkebunan dapat tumbuh di wilayah ini seperti pisang, jagung, ketela pohon, mangga dan kelapa. Tanaman lahan kering yang cukup menonjol tumbuh di desa ini adalah pohon ental (Enau) dengan luas kira-kira 46,15 ha. Secara historis pohon ental telah tumbuh lama di desa ini sehingga masyarakat Desa Sambirenteng dikenal sebagai sebagai produsen gula ental. Bahkan saat ini telah dikembangkan produksi kerajinan tangan ingke dari lidi ental.

 Bentangan alam Desa Sambirenteng
Bentangan alam Desa Sambirenteng

Secara historis pembuatan kerajinan lidi ental maupun daun ental bukan merupakan hal yang baru dalam masyarakat. Setidaknya, anggota masyarakat yang telah berumur 70tahun pada saat kegiatan ini dilakukan mengakui bahwa keberadaan hutan rontal di Desa Sambirenteng memang telah ada dari sejak dulu. Istilahnya hutan lontar dikenal dengan sebutan mmel, sehingga sekitar tahun 70an masyarakat Desa Sambirenteng masih terkonsentrasi aktivitasnya di mmel, sehingga waktu itu dikenal istilah ke mmel.  Digambarkan oleh para orang tua bahwa pagi-pagi masyarakat telah siap-siap pergi ke mmel dengan membawa berbagai peralatan yang diperlukan. Masyarakat pada waktu itu mendirikan pondok-pondok di bawah pohon ental. Berbagai aktivitas di lakukan di mmel, yaitu berkebun singkong dan sayuran lainnya, memelihara babi, memasak, mengayam dan aktivitas domestik lainnya. Aktivitas lain yang tidak kalah pentingnya pada waktu itu adalah menyadap air nira untuk dijadikan gula. Para laki-laki betugas memanjat pohon ental (nira), sedangkan para ibu memasaknya menjadi gula. Aktivitas membuat gula pada waktu itu tergolong tinggi, demikian pula dalam pembuatan jejahitan dari daun lontar telah dikenal pula oleh kaum perempuan pada waktu itu. Ingke buatan Sambirenteng sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat di Buleleng pada umumnya.
Apa yang terjadi sekarang ?, romantisme ke Mmel hanya tinggal kenangan bagi sebagian besar warga masyarakat. Dulu, masyarakat lebih mengenal mmel sebagai pusat aktivitas, sekarang masyarakat lebih dekat dengan atribut dunia modern dan global yang identik dengan dunia mal.
Walaupun potret masyarakat telah berubah, namun ada sekelompok ibu-ibu yang masih menaruh harapan besar dari keberadaan hutan ental yang telah lama ditinggalkan oleh warganya. Melalui kegiatan P2M yang dilakukan oleh Tim (Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum; Prof.Dr.Nengah Bawa Atmadja, MA; Dr. I Ketut Margi, M.Si; Drs. I Nyoman Sila, M.Hum; Luh Putu Sri Ariyani, S.S, M.Hum) sederetan mimpi indah yang dimiliki oleh para pengrajin di bawah komando Ibu Nyoman Widiasih kembali dibangkitkan. Hasilnya adalah karya-karya cantik melalui sentuhan hati yang tulus untuk menjadikan desanya diperhitungkan di masa yang akan datang. Merupakan keniscayaan tradisi dari Mmel ke Mal menjadi realitas, ketika kehidupan berubah, karya mereka pun diperhitungkan di dunia Mal yang tempatnya setara dengan produk modern dan global. LIHATLAH UPAYA KERJA KERAS MEREKA BERKARYA





Berikut hasil karya mereka.